Bagai
pelangi, datang hanya setelah hujan dan hilang dengan sendirinya. Hadirnya tak
bisa kita harapkan apalagi kita tentukan, dia akan datang bila ada sesuatu yang
membawanya yaitu hujan. Bagai pungguk merindukan rembulan, peribahasa itulah
yang mungkin pantas disandangkan.
Bila
waktu bisa dikembalikan dengan uang, mungkin semua orang akan berlomba-lomba
untuk membelinya kembali. Tapi, waktu itu
terus berputar, mengalir seperti air yang tak kan kembali ke tempat
sebelumnya. Dia akan mengalir dan terus mengalir mengikuti aliran air.
Begitupun waktu, terus berdetak tiap detik yang berganti menjadin menit, menit
menjadi jam dan jam menjadi sehari. Dan pada akhirnya, berganti menjadi esok
hari. Kenangan, mungkin akan menjadi sesuatu yang paling mahal di dunia ini
karena dia tak bisa dinilai dengan uang. Dia tak bisa ditukar apalagi
diperjual-belikan. Setiap detik pasti ada kejadian, tapi tak semua kejadian
jadi kenangan.
Satu
hal yang selalu memberiku kenangan, yaitu dirimu. Kapanpun kau datang, aku
selalu bahagia menyambutnya. Dan ketika kau tiba-tiba menghilang, entah pikiran
apa yang terlintas aku tak bisa menerawang. Semua terasa hambar ketika kau
berlaku layaknya pelangi. Kau biarkan aku berharap besar namun kau tak kunjung
datang. Disaat aku mulai menginginkan yang lain, tiba-tiba kau muncul, datang
membawa angin segar. Aku mungkin bukan orang pertama yang selalu kau ingat,
bukan pula orang pertama yang selalu kau harap tuk bisa dekat. Namun, aku
adalah orang pertama yang selalu ingin kau ingat bukan hanya tuk sesaat tapi
untuk sepanjang hayat.
Dahulu,
kala jarak yang begitu dekat menyatu kita sibuk dengan dunia masing-masing. Tak
peduli bahkan mengabaikan rasa apa yang tumbuh dalam diri. Namun kini, setelah
jarak dan waktu yang begitu membatasi, aku merasakan ada hal yang sebenarnya
mengikat kita, tetapi semua itu tak terucap. Terbelenggu dalam satu rasa
“gengsi”. Entah mengapa aku merasa ada
yang kau pendam dan kau sembunyikan. Terlihat dari kebiasaanmu yang suka datang
dan pergi tanpa permisi. Alasan-alasan yang menurutku basi, kau gunakan untuk
menyapaku kembali. Namun, ketika aku larut di dalamnya tiba-tiba kau menghilang
dan menjauh lagi.
Aku
tahu, aku bukanlah wanita yang berparas elok nan jelita. Bukan pula gadis kaya
yang berlimpah harta. Aku hanya orang biasa, berpenampilan sederhana dengan asa
setinggi kejora. Sedangkan dirimu, ya semua orang tau sangat kontras dengan
diriku. Aku tak berharap lebih darimu, cukup satu. Tetaplah menjadi kakakku
seperti yang dulu. Saat-saat SMA. Saat dimana kita sangat dekat, terbuka dan
tidak egois. Saat gengsi tak menyelimuti, saat aku merasa bahwa hanya aku yang
dekat dirimu.
Sekarang
kita berubah. Ya, KITA. Bukan hanya kamu, tapi aku juga. Berawal dari rasa
kecewa saat ku dengar kabar kau dengan yang lain. Mungkin terdengar aneh,
karena aku memang tak ada ikatan dengan dirimu. Akupun tak tau mengapa aku
harus merasa kecewa. Mungkin , aku takut kehilangan. Seperti saat dulu kau
berpamitan akan pergi ke Kediri. Begitulah, semenjak itu aku menjauh darimu.
Bahkan saat aku menjauhpun dirimu tak peka dengan semua itu. Sampai akhirnya
aku mulai sibuk dan asyik dengan kegiatan ku di sini.
Beberapa
hari yang lalu kau sempat menghubungiku. Dan seperti biasa bicara ngalor-ngidul
basa-basi berakhir pergi tanpa permisi. Sebenarnya aku kecewa, sampai aku
berfikir apakah hanya karena kau benar-benar kesepian tak ada teman baru
menghubungiku? Terdengar miris, tapi itulah faktanya. Namun, seperti apapun
perlakuanmu aku tetap menyayangimu. Karna kau adalah salah satu alasan mengapa
aku bisa bertahan di sini sekarang. Kata-kata motivasimu yang selalu
membangkitkanku adalah hal yang paling ku suka. Ya, kedewasaanmu dalam
memandang masalah serta nasihat-nasihatmu lah yang selalu kurindukan. Tetaplah
bersamaku, menjadi sahabatku dan selamanya memberiku petuah-petuah. Jangan
bosan menjadi alarm kehidupanku, Mas. Karena kau adalah pelangi yang ku
rindukan.
0 komentar:
Posting Komentar